Kamis, 10 September 2015

Cerpen kegagalan lomba

Aku dan Kegagalan Itu
 
Aku terpuruk bersama kesedihan dari mulai di jalan sampai rumah. Sejenak aku menarik nafas, mencoba mengikhlaskan semua kejadian yang menyedihkan serta memalukan itu. Dimana, pengalaman tersebut tak akan kulupakan sampai kapanpun. Suatu hari dimana aku bangkit dari kegagalan. Kegagalan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya.
Ketika matahari mulai menengah dan menyebarkan senyum lesu bagi setiap pelajar akan tetapi berbeda dengan aku dan kawanku. Semangat membara dalam diri kita ketika mendengar berita bahwa kita ditunjuk untuk mengikuti lomba pidato secara berpasangan. Acara dimana kita dapat mengekspresikan diri kita disana.
Dengan tema yang awalnya begitu mudah bagi kita, sehingga membuat kita lebih bersemangat dan optimis untuk memenangkan lomba itu. Akan tetapi semangat serta optimis kita tenggelam dalam suara merduku yang hilang seketika. Seketika, membuat aku dan kawanku bingung untuk berbuat apa? Acara semakin dekat? Akan tetapi, diperkirakan suara merduku itu tidak dapat kembali secepat itu.
Akhirnya, kita memutuskan untuk mengundurkan diri dan mencoba menyarankan untuk mengganti kita dengan kandidat yang lebih baik. Namun, saran itu diabaikan dan lebih yakin untuk memilih kita. Justru kita yang diberi saran untuk menjaga kesehatan terutama aku. Aku diberi saran untuk meminum minuman yang paling segar dan belum pernah kucoba sekalipun, dan tidak akan pernah kucoba lagi untuk meminumnya.
Semangat kita mulai terkumpul sedikit demi sedikit, beberapa pelajaran yang menurut kita penting yang harus direlakan untuk ditinggalkan. Waktu yang sedikit kita manfaatkan untuk membuat materi sedikit demi sedikit. Dengan waktu sedikit seperti itu, membuat kawanku memutuskan untuk tinggal bersamaku di rumah nenekku.
Hari demi hari, larut malam demi larut malam, kita lewati dengan memerlukan kesabaran yang cukup tinggi untuk menyelesaikan tugas negara itu. Ada saja cobaan yang menghadang kita, mulai dari aku kehilangan suara merduku, tidak diizinkan mengikuti lomba, serta kawanku yang sempat mau kehilangan barang berharganya.
Cerita mengapa aku tidak diizinkan mengikuti lomba? Dan siapa yang melarang? Jawabannya adalah nenekku. Sebegitu sayangnya ia sama aku, sampai ia tahu bagaimana kondisiku yang memang tidak memungkinkan untuk mengikuti lomba. Sewaktu itu, kawanku juga minta izin untuk tinggal di rumahnya. Tapi, ketika nenekku berkata, “Jangan ikut!! justru kamu akan dibuat malu oleh suaramu itu! Terserah mau dipercaya atau tidak!!” membuat aku rasanya tidak tahan untuk menumpahkan linangan air mata dan aku merasa tidak enak dengan kawanku itu.
Akan tetapi, ketika datang superheroku “ibuku” larangan itu justru menjadi dukungan. Dengan begitu, membuat aku lebih optimis untuk mengikuti lomba itu dan harus dapat membuktinya kepada mereka.
Hari demi hari sebelum lomba menjelang tiba, setiap pagi, siang, sore, malam aku harus minum minuman lezat itu dan permen yang pahit, tapi aku harus kuat!. Suara merduku telah kembali sedikit demi sedikkit. Hari demi hari juga kita persiapkan sebaik mungkin dengan banyak menonton video pidato juga. Dengan latihan terus menerus serta sekali latihan bersama guru pembimbingku. Banyak saran yang kita jadikan untuk menambah penampilan kita.
Ketika matahari mulai ingin tenggelam dengan meganya, kita baru mendaftar dan mengambil nomor undian. Dari beberapa peserta yang sudah kami lihat waktu itu, membuat kami lebih optimis mengikuti lomba itu dan sepertinya belum ada penampilan seperti kita, sehingga kita sepakat untuk membawa keluarga kita masing-masing untuk  melihat penampilan kita.
Matahari mulai tenggelam dan digantikan oleh sang purnama yang begitu cantik, lampu-lampu yang memeriahkan acara itu, banyaknya penonton waktu itu. Itulah saatnya kita untuk membuktikannya kepada mereka. Keringat yang basah menjadi dingin, akan tetapi rasa itu tidak menghalangi langkah kita.
Ketika nomor undian kita dipanggil, aku dan kawanku berpegangan erat dan saling menguatkan satu sama lain serta berdoa. Dan saat itulah kita maju, seketika tidak tahu kenapa lampu disekitar panggung mati seketika. Tapi, kita berinisiatif untuk membawakannya lebih semangat agar tidak terganggu oleh suasana.
Akan tetapi, hal yang tidak kita duga, belum ada setengah kita membawakannya, tiba-tiba ada juri yang berkata, “Berhenti! Tutup! Tidak sesuai tema!”. seketika kita kaget dan segera menutup pidato itu. Dan ketika kita turun panggung, pendukung dari sekolah lain bersorai “Hu....”.  kita menghiraukan itu semua dan memilih untuk protes ke juri.
Dari tempat penjurian kita mencoba membenarkan kepada juri, tapi apa? juri seperti mempermainkan kita yaitu dengan melempar dari juri satu ke yang lain. “Pak, kenapa kita bisa dihentikan?”, jawab juri sambil memperlihatkan tema yang sudah direvisi semua “Kalian tidak sesuai tema disini..”. “Tapi, kemarin tema yang diberi 5 pak, kenapa sekarang ada 3 dan dari 3 itu, kita masih ada keterkaitannya pak, coba dilihat teks kita pak..”. Jawab juri dengan enak tanpa mellihat teks kita sama sekali “Itu sudah keputusan juri, tidak dapat diganggu gugat”. Padahal, sebelum saya tampil, banyak sekali peserta yang tidak hafal dari awal, kenapa dapat diulang?
Kami tidak tahu keputusan juri seperti apa semacam itu. Seketika kita lari-larian mengelillingi lapangan acara itu sambil menangis berdua mencari guru pembimbing kita dengan dilihat banyak orang. Ternyata, setelah diterangkan oleh guru pendamping kita, tema yang dulu telah direvisi lewat email dan berhubung tidak sesuai tema, ia menyuruh kita pulang dan mengajak kita untuk makan. Dengan kompak kita menjawab dengan menangis “tidak pak.., kami ingin maju pak sampai akhir pidato, masalah menang kalah tidak apa-apa pak.”.
Tapi memang nasi sudah menjadi bubur, akhirnya kita pulang kerumah masing-masing. Dan sebelum pulang di tempat acara itu kita minta maaf kepada keluarga kita karena tidak bisa memberikan yang terbaik. Dengan mengendarai sepeda motor dari tempat lomba itu sampai rumah tidak hentinya aku menangis.
“tidak apa-apa Nduk, kamu tadi sudah menampilkan yang terbaik malah dari peserta lain kalian yang terbaik menurut ibu”. Kata-kata itu yang terus dilontarkan ibu kepadaku.
Sesampainya di rumah, aku langsung masuk kamar untuk mengadu kepada allah. Dan ayah, ibuku, dan adiku serta nenekkku mencoba menenangkanku. Dan sampai beberapa hari, aku baru dapat mengiklaskannya. Kegagalan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Meski begitu, aku dan kawanku harus bangki dari itu semua! Apalagi ini ia sudah mengikuti lomba lagi.
Dan buat kalian yang mengikuti lomba sepertiku, kalian harus update mengenai pembaruan tentang lomba dan juga kalian cantumkan email kalian pada identitas kalian. Jangan takut gagal ya!

4 komentar: