Aku dan Kegagalan Itu
Aku terpuruk bersama kesedihan dari mulai di jalan
sampai rumah. Sejenak aku menarik nafas, mencoba mengikhlaskan semua kejadian
yang menyedihkan serta memalukan itu. Dimana, pengalaman tersebut tak akan
kulupakan sampai kapanpun. Suatu hari dimana aku bangkit dari kegagalan. Kegagalan
yang tak pernah kubayangkan sebelumnya.
Ketika matahari mulai menengah dan menyebarkan
senyum lesu bagi setiap pelajar akan tetapi berbeda dengan aku dan kawanku.
Semangat membara dalam diri kita ketika mendengar berita bahwa kita ditunjuk
untuk mengikuti lomba pidato secara berpasangan. Acara dimana kita dapat
mengekspresikan diri kita disana.
Dengan tema yang awalnya begitu mudah bagi kita,
sehingga membuat kita lebih bersemangat dan optimis untuk memenangkan lomba
itu. Akan tetapi semangat serta optimis kita tenggelam dalam suara merduku yang
hilang seketika. Seketika, membuat aku dan kawanku
bingung untuk berbuat apa? Acara semakin dekat? Akan tetapi, diperkirakan suara
merduku itu tidak dapat kembali secepat itu.
Akhirnya,
kita memutuskan untuk mengundurkan diri dan mencoba menyarankan untuk mengganti
kita dengan kandidat yang lebih baik. Namun, saran itu diabaikan dan lebih
yakin untuk memilih kita. Justru kita yang diberi saran untuk menjaga kesehatan
terutama aku. Aku diberi saran untuk meminum minuman yang paling segar dan
belum pernah kucoba sekalipun, dan tidak akan pernah kucoba lagi untuk
meminumnya.
Semangat
kita mulai terkumpul sedikit demi sedikit, beberapa pelajaran yang menurut kita
penting yang harus direlakan untuk ditinggalkan. Waktu yang sedikit kita
manfaatkan untuk membuat materi sedikit demi sedikit. Dengan waktu sedikit
seperti itu, membuat kawanku memutuskan untuk tinggal bersamaku di rumah
nenekku.
Hari
demi hari, larut malam demi larut malam, kita lewati dengan memerlukan
kesabaran yang cukup tinggi untuk menyelesaikan tugas negara itu. Ada saja
cobaan yang menghadang kita, mulai dari aku kehilangan suara merduku, tidak
diizinkan mengikuti lomba, serta kawanku yang sempat mau kehilangan barang
berharganya.
Cerita
mengapa aku tidak diizinkan mengikuti lomba? Dan siapa yang melarang?
Jawabannya adalah nenekku. Sebegitu sayangnya ia sama aku, sampai ia tahu
bagaimana kondisiku yang memang tidak memungkinkan untuk mengikuti lomba. Sewaktu
itu, kawanku juga minta izin untuk tinggal di rumahnya. Tapi, ketika nenekku
berkata, “Jangan ikut!! justru kamu akan dibuat malu oleh suaramu itu! Terserah
mau dipercaya atau tidak!!” membuat aku rasanya tidak tahan untuk menumpahkan
linangan air mata dan aku merasa tidak enak dengan kawanku itu.
Akan
tetapi, ketika datang superheroku
“ibuku” larangan itu justru menjadi dukungan. Dengan begitu, membuat aku lebih
optimis untuk mengikuti lomba itu dan harus dapat membuktinya kepada mereka.
Hari
demi hari sebelum lomba menjelang tiba, setiap pagi, siang, sore, malam aku
harus minum minuman lezat itu dan permen yang pahit, tapi aku harus kuat!. Suara
merduku telah kembali sedikit demi sedikkit. Hari demi hari juga kita
persiapkan sebaik mungkin dengan banyak menonton video pidato juga. Dengan
latihan terus menerus serta sekali latihan bersama guru pembimbingku. Banyak
saran yang kita jadikan untuk menambah penampilan kita.
Ketika
matahari mulai ingin tenggelam dengan meganya, kita baru mendaftar dan
mengambil nomor undian. Dari beberapa peserta yang sudah kami lihat waktu itu,
membuat kami lebih optimis mengikuti lomba itu dan sepertinya belum ada
penampilan seperti kita, sehingga kita sepakat untuk membawa keluarga kita
masing-masing untuk melihat penampilan
kita.
Matahari
mulai tenggelam dan digantikan oleh sang purnama yang begitu cantik, lampu-lampu
yang memeriahkan acara itu, banyaknya penonton waktu itu. Itulah saatnya kita
untuk membuktikannya kepada mereka. Keringat yang basah menjadi dingin, akan
tetapi rasa itu tidak menghalangi langkah kita.
Ketika
nomor undian kita dipanggil, aku dan kawanku berpegangan erat dan saling
menguatkan satu sama lain serta berdoa. Dan saat itulah kita maju, seketika
tidak tahu kenapa lampu disekitar panggung mati seketika. Tapi, kita
berinisiatif untuk membawakannya lebih semangat agar tidak terganggu oleh
suasana.
Akan
tetapi, hal yang tidak kita duga, belum ada setengah kita membawakannya, tiba-tiba
ada juri yang berkata, “Berhenti! Tutup! Tidak sesuai tema!”. seketika kita
kaget dan segera menutup pidato itu. Dan ketika kita turun panggung, pendukung
dari sekolah lain bersorai “Hu....”. kita menghiraukan itu semua dan memilih
untuk protes ke juri.
Dari
tempat penjurian kita mencoba membenarkan kepada juri, tapi apa? juri seperti
mempermainkan kita yaitu dengan melempar dari juri satu ke yang lain. “Pak,
kenapa kita bisa dihentikan?”, jawab juri sambil memperlihatkan tema yang sudah
direvisi semua “Kalian tidak sesuai tema disini..”. “Tapi, kemarin tema yang
diberi 5 pak, kenapa sekarang ada 3 dan dari 3 itu, kita masih ada
keterkaitannya pak, coba dilihat teks kita pak..”. Jawab juri dengan enak tanpa
mellihat teks kita sama sekali “Itu sudah keputusan juri, tidak dapat diganggu
gugat”. Padahal, sebelum saya tampil, banyak sekali peserta yang tidak hafal
dari awal, kenapa dapat diulang?
Kami
tidak tahu keputusan juri seperti apa semacam itu. Seketika kita lari-larian
mengelillingi lapangan acara itu sambil menangis berdua mencari guru pembimbing
kita dengan dilihat banyak orang. Ternyata, setelah diterangkan oleh guru
pendamping kita, tema yang dulu telah direvisi lewat email dan berhubung tidak
sesuai tema, ia menyuruh kita pulang dan mengajak kita untuk makan. Dengan
kompak kita menjawab dengan menangis “tidak pak.., kami ingin maju pak sampai
akhir pidato, masalah menang kalah tidak apa-apa pak.”.
Tapi
memang nasi sudah menjadi bubur, akhirnya kita pulang kerumah masing-masing.
Dan sebelum pulang di tempat acara itu kita minta maaf kepada keluarga kita
karena tidak bisa memberikan yang terbaik. Dengan mengendarai sepeda motor dari
tempat lomba itu sampai rumah tidak hentinya aku menangis.
“tidak
apa-apa Nduk, kamu tadi sudah
menampilkan yang terbaik malah dari peserta lain kalian yang terbaik menurut
ibu”. Kata-kata itu yang terus dilontarkan ibu kepadaku.
Sesampainya
di rumah, aku langsung masuk kamar untuk mengadu kepada allah. Dan ayah, ibuku,
dan adiku serta nenekkku mencoba menenangkanku. Dan sampai beberapa hari, aku
baru dapat mengiklaskannya. Kegagalan yang
tak pernah kubayangkan sebelumnya. Meski begitu, aku dan kawanku harus bangki
dari itu semua! Apalagi ini ia sudah mengikuti lomba lagi.
Dan buat kalian yang mengikuti lomba sepertiku,
kalian harus update mengenai
pembaruan tentang lomba dan juga kalian cantumkan email kalian pada identitas kalian. Jangan takut gagal ya!